Pandangan Islam Tentang Merokok Sejak Abad XI Hijriyah
ROKOK, jika kita bahas masalah seakan tak ada ujungnya, termasuk tentang hukum atau pandangan Islam tentang merokok.
Namun jika di pandang dari sisi kesehatan jelas, merokok sangatlah di larang, karena berbahaya baik si perokok maupun juga orang-orang sekitarnya.
Biasanya bahas medis perokok aktif dan pasif.
Untuk menekan angka perokok di indonesia, berbagai telah di lakukan pemerintah.
Selain memberikan peringatan secara tegas di setiap bungkus rokok, berbagai sosialisasi di lakukan.
Di lansir dari beberapa media, bea cukai pun menyatakan wacana akan ada kenaikan harga rokok yang pada tahun 2023 akan .
Dalam sebatang rokok mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak tidaklah baik untuk kesehatan.
Di perkirakan ada lebih dari 7.000 bahan kimia yang terdapat di dalamnya dan sekitar 70 di antaranya bisa menyebabkan kanker.
Setiap rokok yang di hisap bisa menyebabkan terkena berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, kanker, masalah kesuburan, gangguan pada paru-paru, stroke bahkan kematian.
Dikenal Sejak Awal Abad XI Hijriyah
Di lansir nu.or.id, Senin (18/7/2022), sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok di kenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam.
Sejak saat itu sampai sekarang hukum rokok di bahas para ulama.
Perbedaan pendapat mengenai hukum rokok tidak dapat di hindari dan berakhir kontroversi.
Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan.
Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.
Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)
As-Sunnah:
Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)
Bertolak dari dua nash di atas, ulama’ sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram.
Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak.
Persepsi yang Berbeda
Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan.
Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya.
Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh.
Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.
Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam hukum.
Pertama, hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok di pandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat di nyatakan, bahwa hakikat rokok bukan benda yang memabukkan.
Kedua, hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.
Ketiga, hukum merokok adalah haram karena rokok dipandang membawa banyak mudarat.