Bengkulu, Ngenelo.net, – Pemerintah kembali menggulirkan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600 ribu yang akan dicairkan sekaligus untuk periode Juni dan Juli 2025.
Langkah ini di sebut sebagai bentuk intervensi fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat dan ketahanan ekonomi nasional, khususnya di tengah tekanan global yang terus meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa bantuan subsidi upah ini merupakan respons atas banyaknya permintaan dari masyarakat pekerja yang merasakan tekanan akibat pelemahan ekonomi.
Menurutnya, subsidi upah menjadi alat strategis untuk menstimulasi konsumsi rumah tangga tanpa harus mengorbankan stabilitas fiskal.
“Bahkan banyak yang minta, banyak sekali. Kita kemarin bikin subsidi upah (BSU),” kata Sri Mulyani, di kutip dari CNBC Indonesia, Jumat (20/6/2025).
Bantuan Subsidi Upah Sasar Pekerja Bergaji Rendah, Diharapkan Jaga Konsumsi Domestik
Pemerintah menetapkan bantuan subsidi upah ini untuk pekerja dengan penghasilan di bawah Rp3,5 juta. Atau yang masih berada di kisaran upah minimum provinsi (UMP).
Sekitar 14 juta tenaga kerja di targetkan sebagai penerima bantuan ini.
Sri Mulyani menekankan bahwa walaupun tenaga kerja Indonesia tidak kekurangan secara kuantitas, kualitasnya masih menjadi tantangan.
Banyak di antara mereka merupakan tenaga kerja muda yang belum mendapatkan dukungan pendidikan dan kesehatan yang optimal.
“Labor, kalau dia masa kecilnya stunting, kurang gizi, maka dia tidak akan pernah bisa menjadi labor yang produktif. Maka kita intervensi dari mulai pemeriksaan kesehatan gratis hingga program makanan bergizi,” ujar Ani.
Dalam konteks ini, BSU bukan hanya bantuan langsung tunai, tetapi bagian dari pendekatan menyeluruh dalam memperkuat kualitas SDM.
Pemerintah juga menegaskan bahwa pemberian BSU sejalan dengan program Sekolah Rakyat. Program ini di inisiasi Presiden Prabowo Subianto untuk membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Tantangan Gizi dan Pendidikan Hambat Daya Saing Tenaga Kerja Lokal
Masalah kualitas tenaga kerja menjadi sorotan utama dalam wacana bantuan subsidi upah ini.
Sri Mulyani bahkan membandingkan tenaga kerja Indonesia dengan lulusan universitas Ivy League di Amerika Serikat.
Tanpa pendidikan dan gizi yang memadai, tenaga kerja lokal akan sulit bersaing di pasar global.
“Enggak mungkin anak-anak yang bayinya tidak kena imunisasi atau yang gizinya kurang bisa bersaing secara sempurna dan adil dengan mereka yang gizinya baik,” tegasnya.
Pernyataan ini menegaskan urgensi peningkatan kualitas SDM Indonesia, dan BSU menjadi salah satu langkah awal dalam proses panjang tersebut.
Program ini di lengkapi dengan inisiatif lain seperti pemeriksaan kesehatan gratis dan program anti-stunting yang telah dijalankan pemerintah secara nasional.
Imbas Geopolitik dan Perang Tarif Jadi Alasan Penguatan BSU
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menyebutkan bahwa pemberian bantuan subsidi upah di latarbelakangi oleh kondisi global yang tidak pasti.
Perang tarif yang kembali dikobarkan Presiden AS Donald Trump menimbulkan gejolak yang mempengaruhi sektor-sektor strategis di Indonesia.
“Makanya kita berikan BSU, itu menjangkau sekitar 14 juta lebih tenaga kerja yang kita harapkan memberikan ruang bernapas,” ujar Febrio.
Menurutnya, bantuan ini bukan hanya soal menjaga konsumsi rumah tangga, tapi juga bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional dalam jangka pendek.
Pemerintah juga terus mengamati sektor-sektor yang paling terdampak dan menyesuaikan desain stimulus agar lebih tepat sasaran.
Celah Pelaporan Upah: Pekerja yang Tak Seharusnya Dapat BSU Justru Masuk Daftar
Meskipun bantuan subsidi upah di harapkan meringankan beban pekerja rentan, ada potensi penyimpangan yang kerap terjadi di lapangan.
Salah satu modus yang mencuat adalah perusahaan dengan sengaja melaporkan gaji karyawan lebih rendah dari kenyataan. Modus ini bukan hanya untuk menghindari kewajiban perusahaan beban iuran Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), tetapi juga membuat karyawan yang seharusnya tidak berhak justru masuk dalam daftar penerima BSU.
Dengan melaporkan upah di bawah Rp3,5 juta, pekerja yang sebenarnya memiliki penghasilan di atas ambang batas tetap di anggap memenuhi syarat bantuan subsidi upah.
Ini menimbulkan ketimpangan, di mana mereka yang seharusnya tidak berhak justru mendapatkan bantuan subsidi upah.
BPJS Ketenagakerjaan telah menyatakan akan melakukan crosscheck terhadap data peserta dan nominal upah yang di laporkan oleh perusahaan.
Momen penyaluran BSU ini pun menjadi waktu yang tepat bagi lembaga tersebut untuk melakukan audit kepatuhan secara menyeluruh.
Dampak hukum dari pelaporan upah tidak sesuai ini di atur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta Permenaker No. 1 Tahun 2016, di mana perusahaan yang tidak jujur dalam melaporkan data pekerja termasuk upah, bisa di kenakan sanksi administratif hingga pidana.
Selain itu, manipulasi data ini termasuk pelanggaran terhadap prinsip ketenagakerjaan yang sehat dan berkeadilan.