Kisah Cinta Sejati Ali dan Fatimah, Dalam Diam Doa Ini yang Dipanjatkan Kepada Allah SWT
KISAH Cinta sejati antara sahabat Ali Bin Thalib dan Putri kesayangan Nabi, Fatimah Az Zahra akan terus jadi rujukan.
Kuatnya kisah cinta di antara keduanya, akan membuat haru bagi siapa pun yang baru mengetahuinya.
Pernah suatu ketika, di tengah kegundahannya Ali memanjatkan doa mendalam kepada Allah.
Doa mendalam yang menunjukkan betapa dalam dirinya mencintai Fatimah.
Bagaimana pula, kisah cinta Ali dan Fatimah keduanya bermula?
Fatimah, merupakan putri kesayangan Nabi yang ikut berperan penting dalam perkembangan Islam di awal masa perjuangan.
Dia ikut terlibat dalam perang, sebagai tenaga medis. Fatimah akan membersihkan luka, termasuk luka rasululllah hingga menabahkan hati keluarga yang gugur.
Sedangkan Ali, merupakan sosok pemuda yang banyak di kagumi banyak pemuka Islam. Anak muda, gagah yang sudah menyerahkan diri sepenuhnya kepada perjuangan Islam.
Saat perang, Ali kerap melihat dari jauh sosok gadis yang menawan itu sedang mengobati luka Rasulullah.
Ia dengan sigap membalut luka di sekujur tubuh Nabi akibat perang. Diam-diam, Ali jatuh cinta kepadanya.
Begitupula Fatimah. Sudah sejak lama ia mendengar kebaikan hati Ali, sering melihat dari jauh parasnya yang rupawan dan kepintaran otak yang di miliki sahabat baik ayahanda nya.
Sebagai perempuan di zaman itu, Fatimah hanya bisa berdoa tiap malam. Ali dan Fatimah saling jatuh cinta dalam diam, tanpa kata-kata.
Keduanya hanya bisa mengagumi dari jauh dan saling mendoakan, semoga Allah mengikatkan cinta mereka dengan jalinan suci pernikahan.
Sayangnya, kisah cinta ini mungkin akan terhambat karena Fatimah juga di sukai oleh banyak orang.
Doa Ali
Sebelum menginjak 18 tahun, Fatimah sudah dilamar oleh dua orang yang sejatinya lamaran tersebut sulit di tolak Nabi. Namun, semuanya ditolak oleh Fatimah dan Nabi.
Bayangkan saja, Abu Bakar dan Umar bin Khattab pun turut melamar putri Nabi tersebut.
Ketika mendengar kabar itu, hati sahabat Ali pun ciut. Ia sadar, di bandingkan dengan dua tokoh tadi, Ali hanyalah butiran debu. Apalagi Ali begitu miskin.
Bahkan untuk sekadar mahar pernikahan pun, ia tidak punya.
Meskipun ia adalah panglima perang terbaik di zaman itu dan harusnya memiliki kekayaan berlebih, Ali ternyata memang tidak punya apa-apa.
Yang ia miliki hanyalah baju besi yang menempel di tubuhnya, seekor kuda dan pedang. Selebihnya, segala harta bendanya di sumbangkan bagi mereka yang membutuhkan.
Suatu ketika ia bicara dengan Abu Bakar setelah tahu lamarannya di tolak Nabi.
”Tuanku Abu Bakar, sejatinya Anda pernah membuat hatiku ciut. Ketenanganku sempat hilang, tapi cintaku kepada Fatimah tidak. Tapi, aku tidak punya apa-apa untuknya,” tutur Ali.
“Duhai sahabatku. Tenangkan hatimu. Ingatlah, bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan segala isinya ini hanyalah debu semata,” kata Abu Bakar menenangkan.
Namun, apalah daya dirinya yang selalu berkecil hati.
Oleh karena itu, manakala Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq datang ke kediaman Nabi, ia hanya bisa menyendiri, berdoa dan menata hati.
Beginilah doa Ali bin Abi Thalib saat jatuh cinta:
“Yaa Allah…
Kau tahu…
Hati ini terikat suka akan indahnya seorang insan ciptaan-Mu.
Tapi aku takut, cinta yang belum waktunya menjadi penghalangku mencium surga-Mu.
Berikan aku kekuatan menjaga cinta ini, sampai tiba waktunya, andaikan Engkau pun mempertemukan aku dengannya kelak.
Berikan aku kekuatan melupakannya sejenak.
Bukan karena aku tak mencintainya.
Justru karena aku sangat mencintainya.
Inilah cinta, ia menentramkan, bukan menggelisahkan.
Iya mendekatkan diri pada Tuhan, bukan menjauhkan.
Siapapun ingin memiliki cinta seperti ini.
Aku pun begitu”
Ketika Sahabat Ali mendengar kabar bahwa lamaran Abu Bakar di tolak, untuk sesaat ia merasa lega.
Fatimah Diam
Namun, tetap tiada keberanian untuknya datang melamar. Hingga lamaran kedua itu datang. Kali ini, dari Sahabat Umar bin Khattab, yang ternyata di tolak juga.
Hati sahabat Ali terombang-ambing. Di satu sisi ia ingin melamar Fatimah, tapi di sisi lain ia cemas.
Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar yang mulia tentunya tak dapat di bandingkan dengan dirinya baik dari segi jihad maupun harta.
Namun, cobaan hati tak akan menunggu kesiapan Sahabat Ali, sebelum ia memantapkan hati, sahabat lain mendatangi Nabi.
Pinangan itu hadir kembali. Kali ini dari Sahabat Abdurrahman bin Auf, yang juga tak dapat ia tandingi. Dan ketika lamaran itu tak di terima, barulah sahabat Ali memantapkan hati.
Ali pun memantapkan diri untuk menjumpai Rasulullah. Ia telah siap dengan segala risiko.
Fatimah, di sisi yang lain terus berdoa dalam diam. Mereka berdua yakin, Allah akan selalu memberikan hal terbaik bagi mereka berdua.
Kali ini dirinya lah yang akan datang meminangnya. Dengan berbekal doa, keberanian, dan dorongan para sahabat lain, bahwa mungkin saja memang dia yang di tunggu, Sahabat Ali melangkahkan kaki.
Hingga tibalah Sahabat Ali di hadapan baginda Rasulullah, ia hanya menunduk hingga akhirnya Rasulullah bertanya, “Apa yang membawamu kemari, wahai Ali?” “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah”
Rasulullah tersenyum, ia mengatakan bahwa Fatimah selalu menolak lamaran yang datang sehingga kali ini Sahabat Ali juga harus menunggu jawaban.
Kemudian Rasulullah menanyakan kepada Fatimah, apakah ia menerima lamaran Sahabat Ali. Fatimah hanya diam.
Namun, seperti halnya kaidah yang berbunyi, “Assukutu ‘alamatun Na’am”, sikap diamnya Fatimah berarti bahwa ia setuju.
Betapa gembiranya hati Ali. Seseorang yang menjadi pujaan hatinya menerima pinangannya.
Baju Zirah Ali
“Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar, wahai Ali?” Ketika mendapat pertanyaan tersebut, Ali menjawab bahwa ia hanya memiliki sebilah pedang, baju zirah, dan seekor unta.
Rasulullah mengatakan bahwa tak mungkin bagi seorang kesatria untuk berpisah dengan pedang, sedangkan unta tersebut pasti di gunakan untuk mengairi tanaman.
Sehingga Rasulullah akhirnya memerintahkan Ali untuk menjadikan baju zirah-nya sebagai mahar.
Pergilah Sahabat Ali ke kediaman Utsman bin Affan untuk menjual baju zirah tersebut seharga 400 dirham.
Pada bulan Dzullhijjah tahun 2 Hijriah berlangsunglah pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Azzahra.
Demikian Kisah Cinta Ali dan Fatimah yang begitu mendalam. Dalam diam, kisah cinta keduanya bersemi hingga jalan menuju pernikahan.
Dapatkan Artikel Lainnya diGoogle News