Bengkulu, Ngenelo.net, – Kasus keracunan MBG kembali mencuat dengan angka yang mengkhawatirkan. Hanya dalam tiga hari, jumlah korban bertambah signifikan. Data Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat lonjakan dari 4.711 korban pada 22 September menjadi 5.914 korban per 25 September 2025.
Dari total kasus, tercatat 70 kali insiden keracunan yang tersebar di berbagai wilayah. Jawa masih menjadi penyumbang terbanyak. Sementara, Per akhir September 2025, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mencatat telah ada sekitar 6.452 kasus keracunan menu MBG.
Perbedaan data antar lembaga menunjukkan tingginya dinamika kasus. Namun, semua laporan mengindikasikan hal sama: masalah serius dalam pengelolaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
BGN Akui Kesalahan dan Minta Maaf
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 26 September 2025.
“Padahal niat kami, nawaitu kami, nawaitu Presiden adalah ingin membantu anak-anak terpenuhi gizinya, agar mereka menjadi generasi emas” ucapnya mengawali konferensi pers.
Lebih lanjut dikatakannya, pemerintah bermaksud agar anak-anak indonesia mendapat keadilan dalam pemenuhan gizi.
“Dari lubuk hati terdalam, saya mohon maaf atas nama BGN dan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Indonesia. Saya seorang ibu, dan melihat gambar-gambar di video membuat hati saya sangat sedih,” ujar Nanik sembari meneteskan air mata.
Selain itu, Ia menegaskan BGN tidak akan lepas tangan. Semua biaya pengobatan korban keracunan MBG akan di tanggung pemerintah. Komitmen perbaikan juga ditekankan agar insiden serupa tidak berulang.
““Kami akan membiayai semua akibat dari kejadian ini dan berkomitmen untuk memperbaiki program MBG agar kejadian serupa tidak terulang,” ucapnya.
45 Dapur MBG Ditutup Sementara
Sebagai langkah awal, BGN menutup 45 dapur yang terbukti melanggar SOP. Dari jumlah itu, 40 dapur di tutup untuk waktu yang belum di tentukan.
Nanik menjelaskan, penutupan dilakukan sampai seluruh proses investigasi, perbaikan sarana, dan peningkatan fasilitas selesai.
Langkah ini menandai keseriusan BGN. Namun, jumlah dapur yang di tutup menimbulkan kekhawatiran baru. Banyak sekolah kini kehilangan akses pasokan menu MBG sementara investigasi berjalan.
Syarat Baru untuk SPPG
Selain penutupan dapur, BGN memberikan peringatan keras kepada seluruh SPPG. Mereka wajib memenuhi dokumen standar seperti Sertifikat Layak Izin dan Sanitasi (SLHS), sertifikat halal, serta sertifikat kelayakan air konsumsi.
Nanik menegaskan tenggat waktu satu bulan untuk melengkapi semua dokumen. Jika tidak di penuhi, BGN tidak segan menutup operasional.
“Jika dalam satu bulan tidak di penuhi, kami tidak akan ragu untuk menutup SPPG,” tegasnya.
Dampak Sosial dari Kasus Keracunan MBG
Kasus keracunan MBG menimbulkan keresahan di masyarakat. Program yang semula di harapkan membantu pemenuhan gizi anak sekolah justru membuat cemas para orang tua.
Sebab itu, orang tua mulai mempertanyakan efektivitas pengawasan dapur MBG. Guru dan kepala sekolah pun terjebak dilema, antara menjaga kepercayaan orang tua dan memenuhi arahan pemerintah.
Di lapangan, sejumlah daerah sudah menunda distribusi MBG hingga ada kepastian keamanan pangan. Situasi ini menunjukkan betapa serius dampak sosial dari kasus keracunan massal.
Komitmen Perbaikan Jangka Panjang
Meski kritik datang dari berbagai arah, BGN menyatakan tetap menjalankan program MBG dengan perbaikan besar. Pengetatan standar, peningkatan fasilitas, dan pelatihan tenaga dapur menjadi fokus utama.
Kasus keracunan MBG membuka mata banyak pihak bahwa program berskala nasional membutuhkan pengawasan ketat. Ke depan, pemerintah berjanji melibatkan lebih banyak lembaga independen untuk memastikan keamanan makanan anak sekolah.
Langkah ini di harapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap program MBG.