Bengkulu, Ngenelo.net, – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu melakukan penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu terkait dugaan kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tahun anggaran 2023-2024.
Aksi penggeledahan paksa ini di lakukan pada Selasa, 24 Juni 2025, menyasar empat ruangan penting, termasuk bagian keuangan.
Meski telah mengamankan puluhan boks dokumen, Kejati belum menetapkan satu pun tersangka.
“Hari ini kita melakukan upaya paksa sehubungan dengan tindak pidana korupsi pada Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu tahun 2024,” ungkap Danang Prasetyo Dwiharjo, SH., MH., Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Bengkulu, kepada media.
Selain kantor DPRD, Kejati Bengkulu juga melakukan penggeledahan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bengkulu.
Dari dua lokasi tersebut, penyidik menyita sekitar 20 boks berisi dokumen penting yang di duga berkaitan dengan pengelolaan keuangan bermasalah.
Penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu: 8 Miliar Lebih Temuan BPK Belum Dikembalikan
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menjadi dasar penting penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), BPK mencatat terdapat anggaran belanja sebesar Rp3,97 miliar pada tahun 2024 yang tidak bisa di pertanggungjawabkan.
Ironisnya, dari jumlah tersebut, baru sekitar Rp424,3 juta yang berhasil di pulihkan ke kas daerah.
Tak hanya itu, audit BPK juga mengungkap kelebihan pembayaran perjalanan dinas pada tahun anggaran 2023 senilai Rp4,35 miliar.
Biaya hotel menjadi komponen terbesar dengan nilai Rp4,31 miliar, sedangkan sisanya adalah uang harian.
Sayangnya, hingga kini, baru Rp202 juta yang di kembalikan ke kas daerah.
Masih ada kekurangan pengembalian sebesar Rp4,15 miliar yang belum di selesaikan.
“Dari bukti awal yang kami kumpulkan, pola penyimpangan ini terlihat sistematis. Kami akan menelusuri keterlibatan pihak-pihak terkait hingga tuntas,” lanjut Danang Prasetyo dalam pernyataannya.
Pemanggilan Saksi Dimulai, Fokus ke THL dan ASN
Sebagai bagian dari pengembangan penyidikan dalam penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu, Kejati Bengkulu telah memulai proses pemanggilan sejumlah saksi.
Mulai dari Tenaga Harian Lepas (THL), Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga pejabat struktural DPRD Provinsi Bengkulu turut di periksa untuk memberikan klarifikasi atas pengelolaan anggaran perjalanan dinas tersebut.
Pemeriksaan di lakukan secara maraton selama sepekan terakhir dan masih akan berlanjut.
Kejati menegaskan, meski belum menetapkan tersangka, proses hukum akan terus bergulir sesuai dengan temuan dan bukti yang di kantongi penyidik.
Menariknya, temuan BPK juga menunjukkan ada kelebihan pembayaran untuk perjalanan dinas yang tak sesuai dengan dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Total nilai kelebihan ini mencapai Rp557 juta, namun hanya Rp51 juta yang berhasil di kembalikan.
Artinya, masih ada tanggungan sebesar Rp526 juta yang belum di selesaikan oleh pihak terkait.
Serius Ungkap Korupsi, Kejati Minta Semua Pihak Kooperatif
Kejaksaan mengimbau semua pihak yang terlibat atau mengetahui praktik dugaan korupsi dalam pengelolaan SPPD di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu untuk bersikap kooperatif.
Penyidikan akan terus mengarah pada penguatan bukti hukum dan penentuan aktor utama di balik dugaan kerugian negara ini.
“Langkah hukum ini adalah bentuk keseriusan Kejaksaan dalam menangani dugaan korupsi yang merugikan rakyat. Kami harap semua pihak yang dipanggil bisa bersikap terbuka demi penegakan hukum yang adil,” tutur Danang menegaskan.
Masyarakat di imbau untuk turut serta mengawal kasus ini agar pengungkapan tidak berhenti di level teknis, melainkan menyasar pada otak dari dugaan korupsi berjamaah tersebut.
Kejati menyatakan tidak akan pandang bulu dalam mengusut keterlibatan siapa pun, baik dari ASN, pihak ketiga, maupun pejabat tinggi.
Penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu: Harapan Transparansi Proses Hukum
Penggeledahan Setwan Provinsi Bengkulu menjadi simbol penting dalam perlawanan terhadap praktik korupsi di lingkungan legislatif daerah.
Di tengah ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan pemerintah, proses hukum yang tegas dan transparan menjadi harapan bersama.
Kejaksaan kini memegang tanggung jawab besar untuk membongkar secara tuntas kasus yang di duga menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah.
Apakah penggeledahan ini menjadi awal terbongkarnya praktik sistemik? Waktu akan menjawab, namun publik menuntut keadilan tanpa kompromi.