Bengkulu, Ngenelo.net, – Pendidikan anak di Jepang telah lama menjadi sorotan dunia karena kemampuannya membentuk kemandirian sejak usia dini.
Sejak Taman Kanak-kanak (TK), anak-anak di Jepang sudah terbiasa bertanggung jawab terhadap diri sendiri tanpa bantuan berlebih dari guru atau orang tua.
Sistem ini terbukti sukses membentuk pribadi tangguh dan disiplin dalam jangka panjang.
Pendidikan Dimulai dari Karakter Sejak TK
Salah satu fondasi pendidikan anak di Jepang adalah penanaman karakter melalui rutinitas sehari-hari. Anak-anak usia dini tidak diajarkan teori, melainkan langsung di praktikkan.
Mereka belajar menggantung handuk, menyusun perlengkapan, membersihkan meja makan, dan merapikan barang-barang sendiri tanpa bantuan guru.
Peneliti dari Universitas Diponegoro, Budi Mulyadi, dalam konferensi ICENIS 2020 menyebut bahwa Jepang telah menerapkan kurikulum berbasis karakter sejak 1970.
“Masa TK dan sekolah dasar di anggap masa emas untuk pembentukan karakter,” ujarnya dalam studi tersebut.
Konsep ini membentuk anak menjadi individu yang mandiri, disiplin, kooperatif, serta menghargai lingkungan dan sesama.
Strategi Melatih Kemandirian
Metode yang di gunakan dalam pendidikan anak di Jepang memang unik.
Anak usia 3 tahun ke atas sudah di ajarkan menyusun perlengkapan sekolah, menyimpan alat makan, hingga bertanggung jawab membersihkan meja sendiri.
Tidak ada guru yang boleh memanjakan atau membantu aktivitas pribadi anak.
Yang menarik, saat hari pertama sekolah, orang tua tidak di perbolehkan mendampingi anak meski menangis.
Guru di bekali pelatihan untuk membuat anak merasa aman dan nyaman, agar segera bisa beradaptasi dengan lingkungan baru tanpa ketergantungan emosional berlebihan pada orang tua.
Pendekatan ini melatih keberanian dan menghapus sifat manja secara bertahap.
Semua di lakukan sebagai bagian dari strategi sistematis pendidikan anak di Jepang agar mereka bisa bertumbuh menjadi pribadi mandiri sejak dini.
Anak Jepang Wajib Jalan Kaki ke Sekolah, Ini Alasannya
Salah satu kebiasaan yang tak terpisahkan dari pendidikan anak di Jepang adalah kewajiban jalan kaki ke sekolah.
Hanya sekitar 1,7 persen anak yang menggunakan bus sekolah, sisanya harus berjalan kaki dengan rute yang sudah di latih bersama orang tua selama berminggu-minggu.
Langkah ini bukan sekadar latihan fisik, tetapi bagian dari pelajaran disiplin dan keberanian.
Anak-anak di kenalkan rute, di ajak mengenal penjaga jalan, pemilik toko, dan berbagai tanda yang akan memandu mereka jika tersesat.
Jepang menanamkan bahwa kemandirian bukan hanya soal kemampuan melakukan sesuatu sendiri, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi lingkungan baru dan membangun kepercayaan diri.
Pendidikan Jepang Jadi Inspirasi Global
Model pendidikan anak di Jepang menjadi inspirasi banyak negara, termasuk Indonesia. Kualitas anak-anak Jepang dalam kedisiplinan, tanggung jawab, dan kemandirian sering menjadi panutan.
Bahkan, banyak sekolah internasional mencoba meniru sistem serupa dalam konteks lokal.
“Anak-anak di Jepang di bentuk untuk berpikir mandiri dan bertindak sesuai nilai-nilai tanggung jawab sosial,” ujar Hiroshi Tanaka, pengamat pendidikan di Tokyo.
Ia menekankan bahwa keberhasilan sistem ini terletak pada konsistensi dan keterlibatan semua pihak—sekolah, guru, dan orang tua.
Dari kebiasaan sederhana seperti jalan kaki, membersihkan meja sendiri, hingga larangan orang tua mendampingi saat sekolah, semuanya adalah bentuk latihan karakter yang tidak bisa di dapat dari teori semata.
Kesimpulan: Pendidikan Anak di Jepang Bukan Sekadar Pelajaran, Tapi Gaya Hidup
Pendidikan anak di Jepang mengajarkan bahwa pendidikan sejati adalah tentang membentuk karakter, bukan sekadar nilai akademik.
Melatih anak menjadi mandiri, berani, dan bertanggung jawab sejak dini terbukti lebih efektif bila di lakukan lewat kebiasaan harian.
Sistem Jepang menunjukkan bahwa nilai hidup bisa di tanamkan lewat hal kecil namun konsisten.
Sebuah pendekatan yang layak di pelajari dan mungkin bisa di adaptasi dalam sistem pendidikan Indonesia demi mencetak generasi tangguh dan berintegritas tinggi.