Yogyakarta, Ngenelo.net, – Tunjangan Hari Raya (THR) Ratusan tenaga kesehatan (nakes) dan pekerja administrasi di RSUP Sardjito Yogyakarta yang hanya di salurkan sebesar 30% dari insentif yang seharusnya di terima.
Ini memicu mereka menggelar aksi protes menuntut transparansi terkait pembagian THR di ruang utama Gedung Diklat rumah sakit pada Selasa siang 25 Maret 2025.
Audiensi yang di gelar di hadiri oleh jajaran direksi rumah sakit, termasuk Direktur SDM dan Direktur Utama RSUP Sardjito, dr. Eniarti.
Ruangan tempat audiensi di penuhi oleh massa yang mengenakan seragam satuan kerja masing-masing, namun sebagian besar mengenakan pita hitam sebagai tanda protes.
Meski situasi panas, mereka tetap melaksanakan tugas demi kelancaran operasional rumah sakit.
Dalam audiensi tersebut, Direktur SDM RSUP Sardjito menjelaskan bahwa pembayaran gaji dan insentif THR telah di salurkan pada 18 dan 19 Maret 2025.
Namun, penurunan nilai THR yang hanya 30% menyebabkan kekecewaan besar di kalangan tenaga kesehatan.
Sorakan dan Protes Tenaga Kesehatan
Ketika di informasikan bahwa pembayaran THR telah selesai, massa langsung merespons dengan sorakan keras.
Direktur Utama RSUP Sardjito, dr. Eniarti, berusaha menenangkan suasana dan meminta untuk berdiskusi dengan etika.
Namun, sorakan keras dari massa yang menuntut penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut semakin menggema.
Salah satu perwakilan tenaga kesehatan, dr. Bhirowo Yudo Pratomo, menyatakan bahwa tenaga medis di RSUP Sardjito telah bekerja dengan maksimal, sering kali bekerja tujuh hari dalam seminggu.
Namun, insentif yang di berikan di nilai tidak memadai.
“Reward di rasa belum layak,” ujarnya, yang kemudian di sambut dengan sorakan dukungan dari peserta audiensi.
Pemotongan Insentif THR Dinilai Tidak Adil
Perwakilan dari keperawatan, Edi Sukoco, menyampaikan kekhawatirannya terkait kebijakan grade yang mempengaruhi besaran gaji dan insentif.
Ia menyebutkan adanya ketidakadilan dalam pembagian insentif THR yang hanya di terima oleh grade 1-6 dengan jumlah yang sangat terbatas.
“Ini dapat memicu demotivasi dan ketidakpuasan yang sudah terjadi dan di biarkan begitu saja,” tambahnya.
Massa semakin tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh jajaran direksi, hingga akhirnya sebagian besar peserta audiensi memilih untuk keluar dari ruangan atau melakukan walkout dan melanjutkan aksi damai di depan Gedung Administrasi Pusat (GAP) RSUP Sardjito.
Reaksi Direksi dan Tanggapan dari Pihak Terkait
Usai audiensi, dr. Eniarti menanggapi tuntutan tersebut dengan mengatakan bahwa evaluasi akan di lakukan.
Ini untuk memastikan kebijakan terkait THR dan insentif sesuai dengan kemampuan keuangan rumah sakit.
Namun, Eniarti juga menyebutkan bahwa kebijakan mengenai insentif THR ini bisa berbeda antar rumah sakit, tergantung pada pendapatan masing-masing.
Sementara, di kutip dari laman antara, Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, turut memberikan komentar mengenai permasalahan ini.
Ia menyebutkan bahwa pemotongan THR bagi tenaga kesehatan di RSUP Sardjito dan beberapa rumah sakit lainnya perlu segera di tangani.
Menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan transformasi kesehatan dan kesejahteraan tenaga medis.
Selain itu, Edy juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pemberian THR maksimal 100%. Dan tindakan pemotongan tersebut tidak dapat di benarkan.
Kebijakan THR Rumah Sakit Kesehatan Harus Lebih Transparan
Lebih lanjut, Edy Wuryanto menambahkan bahwa masalah pemotongan THR ini harus segera di selesaikan.
Karena ini untuk menjaga motivasi tenaga kesehatan yang merupakan ujung tombak pelayanan di rumah sakit.
“Pemberian THR maksimal 100% harus di penuhi, dan jika ada masalah anggaran, harus ada transparansi terkait hal ini,” tegas Edy.
Dalam beberapa hari ke depan, di harapkan pihak manajemen rumah sakit dapat melakukan evaluasi.
Selain itu, tentu memberikan solusi yang adil bagi tenaga kesehatan yang telah berjuang di garis depan selama pandemi.