NGENELO.NET, – Di tengah tekanan sanksi Amerika Serikat terhadap China, muncul sebuah terobosan besar dalam dunia kecerdasan buatan (AI) DeepSeek R1.
Large language model (LLM) ini dikembangkan oleh startup China, DeepSeek, dan di klaim mampu menyaingi bahkan melampaui performa ChatGPT milik OpenAI.
Yang mengejutkan, Ai ini di bangun dengan biaya yang jauh lebih rendah, membuktikan bahwa inovasi bisa lahir dari keterbatasan.
DeepSeek R1 menjadi buah bibir di kalangan peneliti dan pengembang AI global, termasuk Indonesia.
Model ini tidak hanya mampu menangani tugas-tugas penalaran kompleks seperti matematika dan pengodean, tetapi juga melakukannya dengan efisiensi yang mengesankan.
“Ini adalah terobosan yang sangat penting, terutama bagi peneliti dengan sumber daya terbatas,” kata Hancheng Cao, asisten profesor sistem informasi di Universitas Emory dikutip dari detik Selasa 28 Januari 2025.
Keberhasilan Ai ini terasa lebih istimewa mengingat tantangan yang di hadapi perusahaan Ai China akibat sanksi AS.
Kendati demikian, alih-alih melemahkan, sanksi tersebut justru memicu semangat inovasi.
Salah satu keunggulan DeepSeek R1 adalah pendekatan “rantai pemikiran” (chain-of-thought) yang mirip dengan ChatGPT.
Metode ini memungkinkan AI memecahkan masalah dengan memproses kueri langkah demi langkah, menghasilkan jawaban yang akurat dan terstruktur.
Sementara,Dimitris Papailiopoulos, peneliti di lab penelitian AI Frontiers Microsoft, mengapresiasi kesederhanaan rekayasa DeepSeek R1.
“Mereka berhasil mengurangi waktu komputasi secara signifikan tanpa mengorbankan akurasi. Ini adalah pencapaian yang luar biasa,” ujarnya.
Sekilas Perusahaan di Balik DeepSeek R1
Meski DeepSeek R1 sedang naik daun, perusahaan di baliknya, DeepSeek, masih relatif tidak di kenal.
Berbasis di Hangzhou, perusahaan ini di dirikan pada Juli 2023 oleh Liang Wenfeng, seorang alumni Universitas Zhejiang dengan latar belakang di bidang informasi dan teknik elektronik.
Liang memiliki visi besar untuk membangun kecerdasan umum buatan (AGI) yang dapat menyamai atau bahkan melampaui kecerdasan manusia.
Salah satu kunci kesuksesan DeepSeek adalah persediaan besar chip Nvidia A100 yang di miliki Liang sebelum sanksi AS di terapkan.
Media China memperkirakan perusahaan tersebut memiliki lebih dari puluhan unit chip
Persediaan ini menjadi fondasi penting dalam pelatihan model AI.
Liang mengakui bahwa tantangan utama yang di hadapi perusahaan AI China bukan hanya sanksi chip, tetapi juga teknik rekayasa AI yang kurang efisien.
“Kami harus mengonsumsi daya komputasi dua kali lipat untuk mencapai hasil yang sama. Tujuan kami adalah terus menutup kesenjangan ini,” ungkapnya.
Namun, DeepSeek berhasil menemukan cara untuk mengurangi penggunaan memori dan mempercepat perhitungan tanpa mengorbankan akurasi secara signifikan.
Dengan DeepSeek R1, DeepSeek tidak hanya membuktikan bahwa inovasi dapat tumbuh di tengah keterbatasan, tetapi juga menegaskan posisi China sebagai pesaing serius dalam persaingan AI global.
Tanggapan Pengguna
Sementara, kehadiran DeepSeek R1 saat ini benar-benar menguntungkan bagi pengguna Ai.
Bagaimana tidak, seperti di beritakan sebelumnya, akhir-akhir ini ChatGPT yang mengalami down, Kehadiran Ai asal China ini seakan menjadi pilihan baru yang tidak kalah canggihnya.
Ini di ungkapkan salah seorang pengguna Ai ini asal Bengkulu, Tifa (19), “Keren, selama ini selain ChatGPT paling pilihannya Gemini. Sekarang ada DeepSeek R1 yang menurut saya lebih cangging dan lebih cepat saat mengeksekusi perintah,” ungkapnya.
Kehadiran Ai ini menjadi bukti bahwa sanksi AS justru memicu lahirnya inovasi-inovasi baru di China.
Dengan performa yang mengesankan dan biaya operasional lebih rendah, DeepSeek R1 siap jadi pesaing bagi produk AI dari Amerika Serikat.