NGENELO.NET – Pengacara Pegi Setiawan, Toni RM bicara blak-blakan terkait indikasi amburadulnya proses hukum di negeri ini. Hal ini disampaikan Toni RM, dalam podcast Dedi Corbuzier, Rabu 17 Juli 2024 dikutip Kamis 18 Juli 2024.
Hadir bersama kliennya Pegi Setiawan, Toni RM ungkap bagaimana dugaan kejanggalan demi kejanggalan dalam kasus pembunuhunan Vina dan Egi yang kemudian telah menyita perhatian publik di tanah air.
Berkaca dari kemenangan kliennya dalam persidangan pra peradilan, yang kemudian memutus bebas Pegi Setiawan tak bersalah dari kasus pembunuhan Vina dan Egi. Secara khusus, ia meminta Mabes Polri mengusut tuntas kasus ini
“Ini bukti orang tak mampu, bisa dapatkan keadilan,” kata Toni. Secara lugas ia menyimpulkan, dari kasus Vina dan Egi ini ada kasus besar lainnya yang coba ingin ditutupi.
“Saya menyimpulkan, kalau sekelas Rudiana (ayahnya Egi,red), lalu Mabes Polri yang sempat menyatakan tidak ada pelanggaran, ini berarti ada kekuatan besar di balik itu. Di balik ini semua apa sih, menutupi masalah yang besar apa sih kan gitu,” tanya Toni.
Bela Pegi
Lantas, bagaimana pula Toni kemudian terseret dalam pusara pengungkapan kasus kematian Vina dan Egi ini?
Menjawab pertanyaan ini, Toni dengan tegas ia sama sekali tak mendapatkan bayaran dengan menjadi pengacara Pegi Setiawan. Malah sebaliknya, ia justru keluar modal untuk biaya transport sampai harus membeli hanphone milik para saksi yang ditahan penyidik.
“Saya tak dibayar, tanya sama Pegi. Malah saya malah keluar banyak. Untuk carikan Hp buat oara saksi yang sebelumnya disita,” beber Toni. Ia berkisah, awalnya tak mau menjadi pengacara Pegi Setiawan.
Pikirannya berubah, setelah memastikan Pegi bukanlah orang yang bersalah. “Awalnya, saya ditelepon oleh Jayani, temannya Ibu Yanti seorang pengacara juga yang merupakan majikannya Ibunya Pegi yakni Ibu Kartini. Ia bilang, mas coba bantu ibu Yanti kasihan. Anaknya pembantu Ibu Yanti ditangkap, yang kasus Vina lagi rame,” ingat Toni.
“Saya jawab, kan pembunuhan itu, ah ngak saya bilang. Gimana kata masyarakat kalau saya bela pembunuh. Dijawab, bukan mas, bukan pembunuhnya. Pegi itu ada di Bandung, kata siapa, kata Ibu Yanti, kata Ibunya Pegi juga,” tambah Toni.
Dari percakapan singkat ini pula, ia meminta nomor Ibu Yanti hingga kemudian dapat berkomunikasi langsung. “Di sini lah Ibu Yanti menjelaskan bukan Pegi sebagai pembunuh. Ada bukti Pegi ada di Bandung, ada saksi dan bukti media sosial. Status Pegi mulai Juli sampai Desember,” ujar Toni.
Saat itu, Pegi yang merupakan seorang kuli bangunan sedang bekerja di sebuah proyek di Kota Bandung Jawa Barat. “Saya ada di Bandung. Kerja bang. lagi nguli,” timpal Pegi.
Setelah mendapat penjelasan dari Ibu Yanti, Toni pun bergerak ke Cirebon mewawancarai Ibu Yanti, Ibu Kartini. Hingga kemudian, muncullah nama-nama teman kerjanya Pegi.
“Ada Bondol, Suparman, Ibnu, Robi, Pak Rudi Pak Agus yang mempunyai proyek rumah. Saya hubungi, saya wawancarai semuanya dan berkesesuaian. Baru saya putuskan, Bu Yanti oke. Saya punya keyakinan, Pegi ini bukan pelakunya tidak terlibat dalam peristiwa pembunuhan,” tutur Toni.
Atas dasar saksi-saksi inilah, ia berkeyakinan Pegi bukanlah pelakunya. “Saya mau, ingin ungkap kebenaran, ingin bela Pegi karena bukanlah pelakunya,” kata Toni.
Ada Dugaan Skenario Kasus Vina-Egi
Dalam perkara ini, secara khusus Toni mengapresiasi hakim tunggal praperadilan, Eman Sulaiman. Sebab, si tengah-tengah situasi yang mencekam, berani menegakkan keadilan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Hakim seperti ini harus kita support, agar banyak hakim seperti Eman Sulaiman yang lain,” tegas Toni.
Menurutnya, untuk mengungkap sebuah kasus pembunuhan bukanlah perkara sulit. Asalkan ada keseriusan dari semua pihak, khususnya dari penyidik.
“Sebenarnya, kasus pembunuhan ini sederhana kalau tak di tumpangi dengan kepentingan yang di duga menutupi kasus besar. Menurut saya ada kasus besar yang di tutupi.
Karena kalau pelaku yang sebenarnya di tangkap, kasus-kasus besar yang melibatkan oknum bisa terbongkar. Saya antara percaya dan ragu, apakah kasus ini di bongkar tuntas, atau ada skenario lagi. Kita hanya ingin keadilan, jangan sampai seperti Pegi, yang tak tahu apa-apa kemudian di tangkap.
Ia pun menyinggung sebuah kasus besar terkait narkoba di tahun yang sama dengan kejadian pembunuhan Vina dan Egi.
“Mas Dedi ingat tidak, ada kasus pengungkapan narkoba sekapal tahun 2016, bisa jadi rentetannya ke sana. Mabes Polri harus membuat terang, agar asumsi-asumsi tak jadi liar ke mana-mana. Makanya harus segera di ungkap.
Ungkap CCTV, ungkap pelaku yang sebenarnya. agar ke 8 orang yang katanya terpaksa, mereka juga dapatkan keadilan.
Agar masyarakat kembali percaya kepada penegakan proses hukum yang di jalani kepolisian. Polisi mana yang kalau ada kejadian, kalau ada handphone tak dibuka, ada CCTV tak dibuka padahal itu petunjuk,” sorot Toni.
Runtut Kasus Kematian Vina dan Egi
Dalam kesempatan ini pula, Toni kembali mengungkapkan runtut perkara kematian Vina dan Egi yang kemudian membuat geger publik:
1. Tanggal 27 Agustus 2016 kejadian Vina dan Egi.
Berdasarkan persidangan awalnya tak ada nama Pegi Setiawan. Bapaknya Egi yang merupakan polisi Narkoba, di kabari anaknya ada di RSUD Gunung Jati.
Informasi pertama karena kecelakaan, setelah di lihat luka-lukanya janggal. Kemudian di cek TKP dan Polsek Talun, terlihat sepeda motor korban, juga janggal kalau di bilang kecelakaan karena tak ada kerusakan.
2. Tanggal 31 Agustus 2016
Rudiana mendatangi saksi Aep. Setelah di datangi, Aep menjelaskan kepada Rudiana, jika orang yang ribut-ribut saat kejadian biasanya nongkrong di depan SMP 11 Perjuangan.
3. Pukul 10.00 WIB
Rudiana bilang kabari saya kalau orangnya nongkrong lagi dan di beri nomor handphone kepada Aep pada jam 10 pagi.
4. Pukul 12.00 WIB
Aep hubungi Rudiana, lalu bilang orangnya lagi nongkrong. Lalu, bersama anggota lain Rudiana mengangkut 7 orang. Sekarang 1 orang Rivaldi sudah di penjara. Mereka di angkut jam 12.00 WIB dan di nterogasi sampai jam 18.00 WIB.
5. Pukul 18.30 WIB bikin laporan polisi.
Di BAP, saksi Rudiana di tanya apakah tahu pelaku persetubuhan dan pembunuhan, di jawab sampai 11 orang, sampai muncul nama Pegi Setiawan alias perong dengan keterangan kabur (pada saat itu,red). Di sebut juga nama pelaku lain dengan status kabur adalah, Andi dan Dani.
Ungkap Handphone
“Nama Pegi dapatnya dari Rudiana, Rudiana dapatnya dari mana ya ngak tahu. Hebatkan proses hukum begini,” tanya Toni. Menurutnya, yang namanya penangkapan, harus ada bukti yang cukup.
“Kasus ini pelaku yang di tangkap juga tak masuk kategori tangkap tangan, karena sudah 3 hari setelah kejadian. Harusnya dipanggil dulu sebagai saksi, penyeledikan. 7 orang sudah mendekam dengan ancaman seumur hidup. Kami punya keyakinan belum tentu sebagai pelaku,” ujar Toni.
Ia berpendapat, para terdakwa yang di sidangkan itu di duga adalah skenario. “Saya baca semua putusan pidana terhadap terdakwa.
Dalam putusan itu, dari dakwaan sampai visum dan seterusnya, tak pernah terungkap bagaimana perencanaannya. Tak pernah di ungkap siapa yang merencanakan, berapa kali pertemuan, bagaimana bagi perannya, apa motifnya, dendamnya apa dengan siapa tak pernah terungkap.
Ada 6 unit handphone di jadikan barang bukti, salah satunya handphonenya Vina yang tak pernah di buka. Padahal menurut keterangan kakaknya Vina, korban aktif di media sosial. Andai saja di buka, kalau untuk mencari motif pelaku bisa di ketahui lewat inbok, chat,” papar Toni.
Dari runtut kejadian, hingga di bebaskannya Pegi Setiawan dalam sidang praperadilan pihaknya berkeyakinan dalam perkara ini bukan tak mungkin ada sesuatu yang besar yang di duga sengaja di tutupi.
“Menutupi apa, kami tak tahu. Bisa jadi untuk menutupi pelaku sesungguhnya, kalau terungkap bisa jadi menutup kasus yang lebih besar yang akan melibatkan mungkin para petinggi. HP dan CCTV tak di buka. Kalau ngak ada film Vina keluar, mungkin tidak ramai lagi. Hadirnya Pegi, terungkap semua,” beber Toni
Tuntut Balik
Di sisi lain, terlepas bagaimana penanganan perkara ini satu yang pasti seorang Pegi Setiawan sudah terpaksa mendekam di sel tahanan selama 49 hari. Dalam Podcast Ddi Corbuzier juga, Pegi mengungkapkan sempat mengalami tindak kekerasan oleh oknum.
“Saya alami kekerasan di kantor polisi. Saya ngak tahu apa-apa, tiba-tiba di gerebek. Ada kekerasan, ada pemukulan di muka dan injakan kaki, di lakukan supaya ngaku,” beber Pegi. Dari kasus ini, ia juga meminta kasus ini segera di tuntaskan.
Terkait kasus ini, Dedi Corbuzier melihat ada dua kemungkinan yang bisa menjadi buntut dari perkara ini. Yakni, Rudiana tak mau menangkap pelaku sebenarnya karena ada ancaman, atau ada janji-janji. Harusnya jika terjadi pada anak, normalnya seorang ayah sampai mati akan mencari pelakunya.
“Kasus besarnya kita belum tahu, mungkin ada untuk menutupi sesuatu. Kita ingin lihat apakah setelah ini, di lakukan penyelidikan ulang agar semua terungkap, atau ada skenario apa lagi,” analisa Dedi.
“Sekarang saya mau fokus melanjutkan kerjaan balik ke kehidupan normal. Masalah kemarin sudah selesai, saya maafkan dan ikhlaskan. Tak dapat ganti rugi tak apa, yang penting saya bisa dapat keadilan. Itu hati nurani mereka, kalau ngak berikan juga ngak apa-apa,” pungkas Pegi.