NGENELO, RELIGI – Hari Jumat menjadi hari besar bagi Umat muslim. Ternyata penetapan hari Jumat memiliki sejarah panjang dan ada kedalaman makna di dalamnya, hingga kemudian bertahan hingga saat ini.
Dalam sebuah tausiyahnya, Ustad Adi Hidayat mengulas latar belakang dan sejarah di balik penetapan hari Jumat sebagai hari besar umat muslim.
Mulanya, sebelum kedatangan Islam tak ada hari Jumat. Penetapan hari Jumat sendiri memiliki latar belakang yang erat kaitannya dengan aktivitas penduduk Mekkah sebelum datangnya Islam.
Dahulu, di zaman jahilia di Mekkah semua aktivitas berbau kejahatan dan kriminal biasa di laksanakan. Malah, di kisahkan Ustad Adi Hidayat, seorang pemabuk amatiran biasa mabuk-mabukan sehari 5 kali.
Bisa di bayangkan, bagaimana aktivitas seorang pemabuk yang tarafnya sudah profesional. Lalu, segala bentuk aktivitas zina sudah menjadi kebiasaan yang di lakukan penduduk Mekkah.
Dimulai, Ahad (Minggu), Itsnaaini (Senin), Tsulaatsaa-i (Selasa), Arbi’aa-i (Rabu) dan Kamis Khomiisi (Kamis), penduduk Mekkah zaman jahilia yang secara umum memiliki 4 aktivitas, rutin menjalankan segala kegiatannya.
Empat aktivitas penduduk Mekkah kala itu adalah, berdagang, seniman, dukun dan tukang sihir, beraktivitas 5 hari sepekan.
Selepas hari kelima, di puncak aktivitas mereka menamai hari tersebut dengan Yaumul Aruba. Di sini lah menjadi hari kebanggaan, berpesta. saling pamer.
Pedagang akan dihitung hasil dagangannya, yang paling banyak di angkat menjadi hartawan paling berpengaruh. Begitupun para penyair, karya yang paling hebat jadi pangeran pujangga dan di tempel ke dinding ka’ba
Segala bentuk tindak maksiat di laksanakan penduduk jahilia Mekkah kala itu. Puncak aktivitas di pusat-pusat hiburan itu di lakukan di Jabal Qubais.
Jumat dengan Makna Perubahan
Hingga kemudian Islam datang. Jelang proses hijrah ke Yatsrib (Madinah sekarang) Nabi Muhammad SAW, mendapat wahyu dengan turunnya surat ke enam:
QS. Al-Jumu’ah Ayat 9
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِىَ لِلصَّلٰوةِ مِنۡ يَّوۡمِ الۡجُمُعَةِ فَاسۡعَوۡا اِلٰى ذِكۡرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الۡبَيۡعَ ؕ ذٰ لِكُمۡ خَيۡرٌ لَّـكُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ
Yaaa ayyuhal laziina aamanuu izaa nuudiya lis-Salaati miny yawmil Jumu’ati fas’aw ilaa zikril laahi wa zarul bai’; zaalikum khayrul lakum in kuntum ta’lamuun
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah di seru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
Nabi Muhammad SAW yang telah berdakwa sekitar 13 tahun di Kota Mekkah kala itu, belum banyak mendapat pengikut.
Selama masa itu, hanya 40 orang – orang beriman yang telah berpegang teguh kepada Islam. Maka, sejak turunnya surat tersebut, Islam merubah Yaumul Arubah menjadi hari Jumat.
Hari Jumat di sini, memiliki makna yang mendalam. Islam merubah visi hidup hari Jumat secara menyeluruh.
Hari yang biasa di lakukan penduduk jahilia dengan pamer dan foya-foya diubah menjadi Jumat yang membawa pesan perubahan.
Dengan ibadah Jumat yang di lakukan, bukan sekedar datang, duduk dan kumpul. Tapi lebih dari itu, dengan majelis saat ibadah Jumat, muslim menjadi tahu siapa yang duduk di sampingnya.
Sejak saat itu, Allah merubah visi Jumat dengan iman. Dari arubah menjadi Jumat, yang penuh dengan perubahan dengan iman.
Dapatkan Artikel Lainnya di Google News