Jakarta, Ngenelo.net, – Larangan game Roblox resmi di suarakan Mendikdasmen. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, melarang anak-anak memainkan Roblox. Alasannya, game itu mengandung kekerasan yang bisa berdampak buruk pada perilaku anak.
Mu’ti menyampaikan larangan ini saat mengunjungi program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025). Ia menilai anak SD belum mampu membedakan mana dunia nyata dan mana yang hanya rekayasa.
“Dengan tingkat kemampuan mereka yang masih belum cukup, kadang-kadang mereka meniru apa yang mereka lihat,” ucap Mu’ti, dilansir dari detikEdu.
Ia memberi contoh adegan membanting dalam game yang terlihat biasa saja, tapi bisa membahayakan jika di tiru di dunia nyata.
Larangan Game Roblox Juga Karena Konten Negatif
Mu’ti menyoroti meningkatnya konten negatif dalam Roblox, Ia menyebut pengawasan digital dari orang tua dan sekolah sangat penting.
Anak yang terlalu lama bermain game seperti Roblox juga rentan mengalami gangguan fisik dan emosional. Ia menyebut anak cenderung mager, motorik melemah, serta lebih mudah marah.
“Dampingi, harus kita pandu supaya yang di akses adalah yang bermanfaat dan edukatif,” pesannya.
CEO Roblox Ikut Beri Peringatan
Larangan game Roblox tak hanya datang dari pemerintah Indonesia. CEO Roblox, Dave Baszucki, juga menyampaikan kekhawatirannya secara global. Dalam wawancara dengan BBC, ia mengatakan orang tua yang tidak nyaman sebaiknya tidak membiarkan anaknya bermain Roblox.
“Jika Anda tidak nyaman, jangan biarkan anak-anak Anda menggunakan Roblox,” katanya kepada BBC News.
Dave mengaku pihaknya sudah bekerja keras mengawasi konten di platform itu. Ia mengklaim jutaan pemain memiliki pengalaman yang luar biasa. Namun ia juga mengakui bahwa satu insiden buruk saja sudah terlalu banyak.
Roblox Digandrungi, Tapi Penuh Risiko
Roblox jadi salah satu game anak paling populer di dunia. Lebih dari 80 juta orang memainkannya setiap hari pada tahun 2024. Sekitar 40 persen pemainnya adalah anak di bawah usia 13 tahun.
Namun di balik popularitas itu, banyak laporan soal konten berbahaya, seperti eksploitasi, pelecehan, hingga grooming. Orang tua di Inggris bahkan menyebut mereka kewalahan mengawasi aktivitas anak meski sudah mengaktifkan parental control.
“Jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, terutama ketika semua teman mereka memainkannya,” ucap salah satu orang tua.
Perusahaan Janji Lebih Ketat, Tapi Belum Cukup
Roblox mengklaim telah menggunakan teknologi AI untuk memantau komunikasi dan konten. Pemain yang melanggar aturan bisa mendapat sanksi, dari larangan sementara hingga pemblokiran akun. Tapi bagi banyak pihak, itu belum cukup.
“Kami di perusahaan ini bersikap bahwa setiap insiden buruk, bahkan satu insiden buruk sekalipun, sudah terlalu banyak,” kata Dave.
Ia menyebut timnya terus memantau bullying, pelecehan, dan aktivitas ilegal lain, bahkan bekerja sama dengan penegak hukum jika di perlukan.
Saatnya Tindakan Nyata, Bukan Hanya Larangan Game Roblox
Larangan game Roblox dari Mendikdasmen menunjukkan keseriusan pemerintah melindungi anak dari paparan konten digital berbahaya. Namun, tanggung jawab juga ada pada orang tua, pendidik, dan komunitas.
Mencegah anak main game saja tidak cukup. Edukasi digital, komunikasi terbuka, dan bimbingan aktif jadi langkah yang lebih efektif.
Larangan game Roblox bukan soal membatasi hiburan, tapi soal melindungi masa depan anak-anak dari dunia maya yang makin kompleks.