NGENELO.NET – Pundit sepakbola Tommy Welly alias Bung Towel blak-blakan kenapa dirinya begitu intens mengkritik perkembangan Timnas Indonesia. Pria yang kerap melontarkan statmen menohok terhadap Timnas di bawah arahan Pelatih Shin Tae Yong tersebut, punya alasan logis yang jika dicermati seksama masuk akal juga.
Apa? Berbicara di channel youtube R66 Newslitics dikutip, Sabtu 20 Juli 2024 Bung Towel sama sekali mengaku tak membenci Timnas. “Pertanyaan ini (benci atau tidak kepada Timnas,red) sangat meresahkan jiwa saya. Janganlah, saya sama sekali tak benci Timnas,” sesal Towel.
Kritikan keras yang kerap dilontarkannya kepada Timnas, menurutnya tak lebih sebagai bentuk rasa cinta dirinya terhadap Timnas Indonesia. Termasuk Timnas yang saat ini getol dengan program naturalisasinya.
“Kritik yang saya lontarkan bukan untuk membenci Timnas. Saya hanya ingin ada kewarasan dalam sepakbola. Apresiasi itu harus berjalan dengan kritik. STY bukan dewa,” ujar Bung Towel.
Menurutnya, apa yang sudah di capai Timnas Indonesia di bawah STY sejauh ini tak perlu terlalu di agung-agungkan. Capaian Timnas di tingkat senior, juga masih di anggap biasa-biasa saja.
Di Piala Asia 2023 ia mencontohkan, kelolosan Timnas ke babak 16 besar yang dianggap banyak kalangan sebagai prestasi besar masih layak diperdebatkan.
Kala itu, tergabung di grup D bersama Jepang, Irak dan Vietnam lolos ke babak 16 besar hanya lantaran beruntung dengan meraih peringkat ketiga terbaik. Di babak penyisihan grup, Timnas kalah 1-3 atas Irak dan Jepang. Hanya menang 1-0 atas Vietnam, yang di anggap bukanlah sebagai sesuatu yang besar.
Di babak 16 besar, Timnas kalah telak 0-4 atas Australia. “Katanya level Timnas sudah di asia, lawan Irak tetap kalah. Nantilah bicara lawan Australia, Korea atau Jepang,” kata Bung Towel.
Bangun Kompetisi Lokal
Hal yang sama juga terlihat di babak penyisihan round 2 Piala Dunia 2026. Meski lolos ke round 3 dengan runner up, Timnas tetap tak mampu mengalahkan Irak.
“Memang ini prestasi, kita mendominasi saat menang lawan Vietnam di Hanoi. Tapi, tapi Irak tetap belum mampu. Di Jakarta, babak pertama okelah. Tapi lihat di babak kedua, bagaimana terlihat Irak benar-benar mempermainkan kita,” papar Bung Towel.
Satu hal yang paling sering jadi bahan kritik Bung Towel, apalagi kalau bukan program naturalisasi yang gencar di jalankan PSSI bersama STY. Program naturalisasi tersebut menurut Bung Towel, telah menepikan kompetisi lokal.
“Naturalisasi ini mau sampai kapan? Apa artinya sebuah kompetisi, jika kemudian pemain-pemain Timnas kita di isi pemain naturalisasi semua,” ujar Bung Towel.
Ia pun sepakat naturalisasi di ambil, lantaran kualitas kompetisi lokal masih jauh dari kata baik. Namun demikian, bukan berarti kompetisi lokal di abaikan. Di sini, PSSI harus punya peran lebih bagaimana mengangkat derajat kompetisi lokal menjadi lebih baik.
“Kalau pemain Timnas di anggap tak layak karena kompetisi lokal tak bagus, ya bagusin dong kompetisinya. Benahi, agar pemain lokal termasuk pelatihnya menjadi lebih berkualitas,” kritik Bung Towel.
Ia pun sedih jika kemudian kritik yang kerap di lontarkan, malah berbuah cacian barbar dari netizen kepada dirinya. Baginya, pemain Timnas yang baik hanya akan tercipta dari kompetisi lokal yang berjalan baik pula.
“Ingat, tak selamanya STY itu akan jadi pelatih Timnas. Ada masanya. Alex Ferguson aja ada habisnya. Sekarang, kalau ingin menikmati buah, rawatlah pohonnya, sirami. Sayagnya, ada pula yang bilang kalau mau buah yang baik ya impor saja. Ngapain harus merawat pohonnya,” sedih Bung Towel.
Buang Dikotomi Timnas
Kesedihannya berlanjut lantaran kritik yang di lontarkan, telah membuat sepakbola nasional saat ini jadi terbelah. “Pengkritik Timnas malah di anggap ‘lokal pret’. Ini sepakbola, kenapa kalau mengkritik malah di hujat. Sepakbola ngak ngajarin di kotomi,” tukas Bung Towel.
Harus di akui, kencangnya dukungan pecinta bola terhadap STY dengan apapun sistem yang di jalani di Timnas saat ini. Tak lepas dari buah kerinduan yang berlebih dari masyarakat bola tanah air, terhadap prestasi.
Sejak Indonesia merdeka, di negara yang sangat menggemari sepakbola sebagai olahraga favorit ini tak pernah menyaksikan Timnas yang layak di banggakan.
Memang, era 50-70an, Timnas katanya di sebut tim kuat hingga sanggup menahan Uni Soviet, 0-0 di Olimpiade 1956 Melbourne Australia. Kala itu, Timnas memang lolos ke Perempat Final, hingga kalah 0-4 lawan Uni Soviet di pertandingan kedua.
Patut di catat, kelolosan Timnas ke Olimpiade 1956 tak lepas karena hadiah lantaran negara asia lainnya mengundurkan diri. Di putaran final Olimpiade 1956, Timnas lolos ke babak Perempat Final juga tanpa bertanding. Vietnam Selatan yang harusnya jadi lawan, juga mengundurkan diri.
Selepas itu, nyaris tak ada prestasi membanggakan di capai Timnas. Harus di akui, dahaga publik sepakbola tanah air melihat prestasi Timnas mulai terhapus pascakedatangan STY.
Memang, jika ukurannya piala belum ada hasil yang di raih pelatih Korea Selatan tersebut. Namun perlu di catat, di era STY Timnas jadi enak di tonton. Ada skema serangan yang di bangun dari kaki, ke kaki dari lini belakang hingga berani mencetak gol.