Gubernur Aceh Beri “Karpet Merah” untuk Para Investor, Gubernur Bengkulu Justru Terkesan Hambat Investasi Tambang Emas Seluma?
Bengkulu, Ngenelo.net, – Dua kepala daerah di Indonesia saat ini menjadi sorotan publik. Yakni Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan. Lantas apa yang menjadi sorotan keduanya saat ini? Hal ini berkaitan dengan soal investasi untuk kemajuan daerah.
Sebelum membahas lebih jauh soal investasi, perlu diketahui bahwa Provinsi Aceh dan Bengkulu sama-sama berada di Pulau Sumatera, namun memiliki karakter dan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang berbeda.
Aceh memiliki luas wilayah sekitar 57.956 km², sementara Bengkulu seluas 19.919,33 km². Secara geografis, Aceh jauh lebih besar dari Bengkulu—sekitar tiga kali lipat lebih luas. Artinya, Aceh memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa, baik di sektor energi, hasil bumi, maupun pariwisata.
Menariknya, meski Aceh memiliki potensi kekayaan alam yang luas, justru Gubernur Aceh Muzakir Manaf masih terus mencari cara untuk menggaet investor agar mau menanam modal di bumi Serambi Mekkah tersebut. Sebaliknya, di Bengkulu, sejumlah investor yang sudah menunjukkan minat justru dihadapkan pada birokrasi yang berbelit dan terkesan menghambat.
Muzakir Manaf Gencar Jemput Bola, Relakan Diri Cari Investor ke Luar Negeri
Bicara sosok Muzakir Manaf tentu berbeda dengan Helmi Hasan. Masing-masing kepala daerah memiliki gaya dan metode tersendiri dalam memimpin serta menentukan arah kebijakan pembangunan daerah.
Saat ini, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menjadi perhatian publik karena langkahnya yang agresif dalam membuka peluang investasi. Demi kemajuan daerah, ia rela turun langsung mencari investor hingga ke luar negeri. Termasuk ke Cina, dengan tujuan agar para pengusaha tertarik berinvestasi di sektor minyak, gas, dan pertambangan emas di Provinsi Aceh.
Tidak berhenti di situ, bahkan belum lama ini, Muzakir Manaf secara terbuka menyatakan bahwa Provinsi Aceh sangat aman bagi investor.
“Aceh sangat aman dan damai, tidak usah ragu untuk investasi di Aceh,” ujar Muzakir Manaf saat menghadiri peresmian pabrik karet remah milik PT Pesona Bumi Sakti di Desa Glee Siblah, Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat, pada 8 Juli 2025.
Pria yang akrab di sapa Mualem ini menegaskan bahwa investor tidak perlu khawatir soal keamanan di Aceh karena saat ini iklim investasi di provinsi tersebut sangat kondusif. “Investor harus banyak-banyak bawa modal di sini, di Aceh,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Pemerintah Aceh bersama jajaran Forkopimda dan seluruh elemen masyarakat siap menjaga keamanan dan kenyamanan investor. Kehadiran modal dari luar, menurutnya, akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sekaligus membuka lapangan kerja bagi masyarakat Aceh.
Bengkulu Dihantui “Birokrasi Lambat”, Investor Tambang Emas Tertahan di Seluma
Berbeda halnya dengan Aceh yang sedang membuka lebar pintu investasi, di Provinsi Bengkulu justru muncul kesan sebaliknya. Salah satu contoh nyata adalah kasus yang menimpa investor tambang emas di Kabupaten Seluma. Yakni PT ESDMu, yang hingga kini belum bisa beroperasi penuh meski sudah menyiapkan investasi bernilai triliunan rupiah.
Masalah utamanya terletak pada proses birokrasi yang berlarut-larut. Salah satu syarat utama yang belum tuntas adalah rekomendasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) yang harus di tandatangani oleh Gubernur Bengkulu.
Padahal, semua persyaratan teknis lainnya telah di penuhi oleh pihak perusahaan. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik dan pengamat ekonomi daerah, terutama karena kebijakan tersebut tampak bertentangan dengan semangat pemerintah pusat dalam mempercepat investasi.
Hal ini di anggap tidak sejalan dengan program Presiden RI Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya percepatan izin dan penyederhanaan birokrasi demi kemajuan ekonomi nasional.
Presiden Prabowo Dorong Reformasi Regulasi dan Kemudahan Investasi
Sebagaimana di ketahui, Presiden Prabowo Subianto pernah menyoroti secara langsung soal kerumitan regulasi yang selama ini menjadi momok bagi para investor di Indonesia. Ia menilai hambatan perizinan yang panjang dan berlapis dapat menghambat pembangunan serta mengurangi daya tarik Indonesia di mata dunia usaha.
Oleh sebab itu, Presiden menyerukan perubahan pola pikir birokrasi agar tidak lagi menjadi penghalang bagi investasi. Ia menegaskan pentingnya penyederhanaan regulasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, terutama di sektor energi dan sumber daya alam.
“Saya minta badan-badan regulasi, sederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi,” tegas Presiden Prabowo dalam sambutannya pada pembukaan Konvensi dan Pameran Tahunan ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) di Nusantara Hall, ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Rabu (21/5/2025).
Seruan Presiden ini menjadi pengingat bagi seluruh kepala daerah agar berperan aktif dalam menciptakan iklim investasi yang sehat. Bukan sebaliknya menjadi hambatan di tingkat lokal.
Aceh Melaju, Bengkulu Perlu Berbenah
Perbandingan antara Aceh dan Bengkulu menunjukkan kontras dalam strategi mengelola investasi daerah. Di saat Muzakir Manaf membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor, Helmi Hasan di nilai belum menunjukkan langkah konkret yang mampu menjawab harapan pelaku usaha.
Jika tidak segera berbenah, Bengkulu berisiko kehilangan momentum ekonomi dan kepercayaan investor yang sudah siap membawa modal besar. Sebaliknya, Aceh berpeluang menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru di Sumatera melalui pendekatan terbuka dan proaktif terhadap dunia usaha.
Pada akhirnya, kebijakan kepala daerah akan menjadi penentu arah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, publik tentu menunggu apakah Gubernur Bengkulu akan mengambil langkah strategis untuk mengimbangi semangat investasi yang kini di gaungkan oleh Gubernur Aceh.

