Sabtu, 27 September 2025 08:54 WIB

Kasus Kredit Fiktif: Polda Bengkulu Tahan Pimpinan Bank dan Dua Staf, Ini Modusnya!

Bengkulu, Ngenelo.net, – Kasus kredit fiktif kembali mencuat di Bengkulu. Pimpinan bank bersama dua stafnya resmi di tahan setelah di duga terlibat dalam praktik korupsi perbankan. Akibat perbuatan mereka, negara harus menanggung kerugian hingga Rp 3,5 miliar.

Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Andy Pramudya Wardana memastikan penahanan terhadap ketiga tersangka dilakukan di lokasi berbeda.

Dua orang di tahan di ruang tahanan Polda Bengkulu, sedangkan satu orang lainnya berada di Lapas Kelas II Bengkulu.

“Ketiga tersangka kita tahan. Dua di tahanan Mapolda Bengkulu, satu lagi di Lapas,” kata Andy, di kutip dari laman tribratanews, Senin (22/9/2025).

Peran Tersangka dalam Kasus Kredit Fiktif

Sementara, Kasubdit Tipidkor Kompol Muhammad Syahir Fuad Rangkuti mengungkapkan detail peran setiap tersangka. Ketiganya terlibat aktif dalam memuluskan Kasus Kredit Fiktif yang menyeret nama Bank Bengkulu Cabang Pembantu Topos, Kabupaten Lebong.

“DS account officer kredit komersil Bank Bengkulu Kantor Cabang Pembantu Topos dan RW teller. Kemudian FP ini Pimpinan Cabang Pembantu KCP Bank Bengkulu Topos, Lebong,” jelas Syahir.

Mereka di sebut bersekongkol menjalankan modus kejahatan keuangan yang merugikan negara. Dari hasil penyelidikan, ada tiga pola fraud yang dipakai para pelaku dalam Kasus Kredit Fiktif tersebut.

Tiga Modus Kejahatan Keuangan

Modus pertama, top up pinjaman. Cara ini dilakukan dengan mencuri data nasabah kemudian menaikkan plafon kredit tanpa sepengetahuan pemilik identitas. Dana tambahan hasil manipulasi tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.

Modus kedua, kredit bagi dua. Nasabah di minta meningkatkan plafon pinjaman, lalu hasil pencairan di bagi bersama oknum pegawai bank. Sistem ini membuat uang pinjaman tidak sesuai dengan tujuan awal, melainkan di nikmati sebagian oleh pihak internal bank.

Modus ketiga, kredit fiktif murni. Identitas nasabah di pakai tanpa izin, kemudian di proses sebagai pinjaman baru. Uang hasil pencairan di salurkan langsung ke kantong pribadi pegawai yang terlibat.

Audit BPKP: Kerugian Capai Rp 3,5 Miliar

Syahir menegaskan prosedur pemberian kredit semestinya melewati serangkaian tahapan sesuai aturan.

“Seharusnya dalam pemberian kredit harus di proses sesuai dengan ketentuan dan harus di bahas dalam rapat tim komite,” jelasnya.

Namun, aturan itu sengaja di langgar. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu mencatat kerugian negara akibat Kasus Kredit Fiktif mencapai Rp 3,5 miliar.

“Kerugian Rp 3 miliar lebih,” kata Syahir menegaskan hasil pemeriksaan.

Jerat Hukum Kasus Kredit Fiktif

Atas tindakan tersebut, ketiga tersangka di jerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku mencapai 20 tahun penjara. Proses hukum masih berlanjut, sementara penyidik terus mendalami aliran dana hasil korupsi yang melibatkan oknum bank tersebut.

Kasus Kredit Fiktif Jadi Sorotan

Kasus Kredit Fiktif di Bengkulu ini menambah daftar panjang praktik penyalahgunaan wewenang di sektor perbankan daerah. Publik menyoroti lemahnya pengawasan internal yang memungkinkan terjadinya fraud dalam jangka waktu lama tanpa terdeteksi.

Pihak kepolisian menegaskan penyidikan tidak berhenti pada tiga tersangka. Penelusuran di lakukan untuk mengetahui apakah ada keterlibatan pihak lain dalam jaringan kejahatan ini.

Dengan terbongkarnya kasus ini, aparat berharap dapat memberi efek jera dan memperbaiki sistem pengawasan bank agar praktik serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.

Tinggalkan komentar