Thursday, 14 August 2025 - 13:29 WIB

Dealer BYD Bangkrut, Ribuan Konsumen Terlantar Tanpa Layanan dan Garansi

Otomotif, Ngenelo.net, – Kabar mengejutkan datang dari industri otomotif China: dealer BYD bangkrut secara massal di Provinsi Shandong.

Salah satu mitra strategis utama BYD, Qiancheng Holdings, resmi gulung tikar, menutup lebih dari 20 gerai di kota-kota besar seperti Jinan dan Weifang.

Dilansir dari Carnewschina, Selasa 2 Juni 2025, akibatnya, lebih dari 1.000 konsumen kehilangan akses terhadap layanan purna jual, termasuk garansi kendaraan.

Peristiwa ini menimbulkan gejolak besar di kalangan pemilik mobil listrik BYD.

Banyak dari mereka membentuk kelompok perlindungan hak konsumen untuk mencari keadilan dan solusi hukum.

Kerugian tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga emosional, karena konsumen merasa di tinggalkan tanpa penjelasan yang layak.

Qiancheng bangkrut, Janji Asuransi Gagal Dipenuhi

Didirikan pada 2014, Qiancheng Holdings pernah menjadi pemain utama dalam jaringan distribusi BYD, dengan pendapatan tahunan mencapai 3 miliar yuan atau sekitar Rp6,7 triliun.

Namun, sejak April 2025, perusahaan mengalami krisis keuangan yang parah dan secara tiba-tiba menghentikan operasional, meninggalkan showroom-showroom kosong tanpa layanan.

Salah satu keluhan terbesar dari konsumen berkaitan dengan program asuransi tiga tahun yang ditawarkan oleh Qiancheng.

Konsumen di minta membayar di muka sebesar Rp22 juta hingga Rp33 juta, dengan janji pengembalian premi di tahun kedua dan ketiga.

Namun, ribuan pelanggan mengaku tidak pernah menerima dana pengembalian tersebut.

Kondisi ini memperparah dampak dari dealer BYD bangkrut, karena sebagian besar konsumen merasa menjadi korban penipuan skala besar tanpa adanya tindakan cepat dari pihak berwenang.

BYD dan Qiancheng Saling Tuding, Industri Tiongkok Tertekan

Ketegangan semakin meningkat ketika BYD dan Qiancheng saling menyalahkan.

Pihak BYD menyatakan bahwa penyebab utama kebangkrutan adalah ekspansi agresif dan pengelolaan buruk dari Qiancheng.

Sebaliknya, Qiancheng menuding perubahan kebijakan BYD yang membebani keuangan dealer.

Qiancheng juga menyoroti kondisi pasar yang memburuk, termasuk kegagalan dealer otomotif lainnya di Shandong dan kebijakan perbankan yang konservatif.

Situasi ini mencerminkan tekanan besar di pasar otomotif Tiongkok, di mana model dealer tradisional makin terdesak oleh tren penjualan langsung dari pabrikan.

Perubahan kebijakan dan penurunan belanja konsumen menjadi tantangan berat bagi para dealer lokal, yang kini harus bersaing dalam lanskap pasar yang terus berubah.

Masa Depan Dealer Tradisional di Tengah Gempuran Digitalisasi

Kasus kebangkrutan Qiancheng menunjukkan bahwa ekosistem dealer otomotif sedang berada di ambang revolusi.

Model bisnis konvensional terbukti rapuh dalam menghadapi gelombang digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen.

Kini, dengan semakin banyaknya perusahaan otomotif yang beralih ke penjualan langsung berbasis online, eksistensi dealer-dealer fisik seperti Qiancheng menjadi terancam.

Tanpa inovasi dan dukungan struktural dari pabrikan, masa depan mereka akan suram.

Namun yang paling terdampak tetaplah konsumen.

Di tengah konflik antara BYD dan Qiancheng, ribuan pemilik mobil BYD menunggu kepastian atas hak mereka.

Dengan minimnya perlindungan hukum, kisah dealer BYD bangkrut ini menjadi peringatan keras bagi industri otomotif global.