Laksamana Keumalahayati! Sepak Terjang dan Riwayat Perang Singa Betina Asal AcehLaksamana Keumalahayati! Sepak Terjang dan Riwayat Perang Singa Betina Asal Aceh

NAMA singa wanita asal Aceh ini mungkin kalah tenar dibanding Cut Nyak Dien, atapun Cut Meutia. Namun, negara ini tak bisa menepihkan nama sosok wanita satu ini.

Ya, Laksamana Keumalahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh.

Sebagai perempuan yang berdarah biru, pada tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Jabatan Laksamana perang pun diembannya.

Perempuan Tangguh ini memimpin 2000 orang pasukan Inong Bale (janda-janda pahlawan yang tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda, tanggal 11 September 1599.

Berkat keberaniannya itu ia mendapat gelar Laksamana. Bisa dikatakan, Keumalahayati mudah ditemukan di literatur Barat maupun China.

Saking harumnya, nama Laksamana Keumalahayati  oleh peneliti Barat Malahayati disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri Raja Babilon, dan Katherina II, Kaisar Rusia.

Seperti yang telah dituturkan, perempuan perkasa ini berdarah biru, ia berasal dari keturunan sultan.

Ayahnya, Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana Bernama Muhammad Said Syah putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539.

Sultan Salahhudin sendiri putera Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530), pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Dilihat dari asal keturunannya darah militer berasal dari kakeknya sehingga jiwa patriotis mengalir di tubuhnya.

Pembentukan pasukan perempuan yang semuanya janda dan disebut dengan armada Inong Bale itu, kabarnya merupakan ide Malahayati.

Maksudnya, agar para janda tersebut dapat menuntut balas kematian suaminya. Suami Malahayati sendiri gugur pada pertempuran melawan Portugis.

Pasukan Inong Bale mempunyai benteng pertahanan dan sisa-sisa pangkalan mereka masih ada di Teluk Kreung Raya.

Kehebatannya memimpin sebuah Angkatan perang ketika itu, di akui oleh negara Eropa, Arab, China dan India.

Namanya sekarang melekat pada kapal perang RI yaitu KRI Malahayati, nama kampus, nama Pelabuhan, nama jalan, nama rumah sakit dan sebagainya.

Riwayat Perang Laksamana Kemalahayati

Kisah perjuangan Laksamana Keumalahayati di mulai dari sebuah perang di perairan Selat Malaka.

Dalam bukunya Laksamana Keumalahayati, Saifullah, S.Pd juga mengurai riwayat perang yang telah di jalani Laksamana Kemalahayati.

Perang yang di lakoninya dimulai saat armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam yang di pimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil dan di bantu oleh dua orang laksamana.

Pertempuran sengit terjadi di Teluk Haru dan d imenangkan oleh armada Aceh, meski harus kehilangan dua
laksamananya dan ribuan prajuritnya yang tewas di medan perang.

Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Laksamana Keumalahayati sendiri yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-Dunia.

Setelah suaminya meninggal dunia dalam peperangan tersebut, ia berjanji akan menuntut balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meskipun sendirian.

Untuk memenuhi tujuannya tersebut, Laksamana Keumalahayati meminta kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru.

Permintaan Keumalahayati akhimya di kabulkan oleh sultan Aceh. Ia di serahi tugas memimpin Armada Inong Balee dan di angkat sebagai Laksamananya.

Ia merupakan wanita Aceh pertama yang berpangkat laksamana (admiral) di Kesultanan Aceh Darussalam. Armada ini awalnya hanya berkekuatan 1000 orang, tetapi kemudian di perkuat lagi menjadi 2000 orang.

Teluk Lamreh Krueng Raya di jadikan sebagai pangkalan militemya. Di sekitar teluk ini, ia membangun Benteng
Inong Balee yang letaknya di perbukitan.

Setelah memangku jabatan sebagai laksamana, Keumalahayati mengkoordinir pasukannya di laut, mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah penguasaan syahbandar.

Serta, mengawasi kapal-kapal jenis galey milik Kesultanan Aceh Darussalam.

Seorang nahkoda kapal Belanda yang berkebangsaan Inggris, John Davis, mengungkapkan bahwa pada masa kepemimpinan militer Laksamana Keumalahayati, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki perlengkapan armada laut.

Terdiri atas 100 buah kapal (galey) dengan kapasitas penumpang 400-500 orang.

Perang Lawan Belanda

Kisah perjuangan Laksamana Keumalahayati tidak berhenti di sini. la pemah terlibat dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda.

Pada 22 Juni 1586, Comelis de Houtman memimpin pelayaran pertamanya bersama empat buah kapal Belanda dan berlabuh di Pelabuhan Banten.

Setelah kembali ke Belanda, pada pelayaran yang kedua, la memimpin armada dagang Belanda yang juga di lengkapi dengan kapal perang.

Hal itu di lakukan untuk menghadapi kontak senjata dengan Kesultanan Aceh Darussalam pada 21 Juni 1599.

Dua buah kapal Belanda bemama de Leeuw dan de Leeuwin yang di pimpin oleh dua orang bersaudara, Comelis de
Houtman den Frederick de Houtman, berlabuh di ibu kota Kesultanan Aceh Darussalam.

NETWORK: Daftar Website

NetworK