Kamis, 28 Agustus 2025 02:04 WIB

Akal Abu Nawas Demi Cuan 100 Dinar dari Raja

Akal Abu Nawas Demi Cuan 100 Dinar dari Raja

DENGAN segala cara Abu Nawas pasti akan menyanggupi apa yang telah di perintahkan raja kepadanya.

Tentu saja dengan gaya dan akalnya, Abu Nawas sekuat tenaga akan memenuhi perintah kepadanya.

Apalagi perintah tersebut di iming-imingi cuan hingga 100 dinar.  Ini pula akan dijabani Abu Nawas, meski perintah yang di lakukan secara logika tak masuk akal.

Seperti yang di perintahkan raja kali ini. Abu Nawas di perintah membawa ibunya ke istana, meski raja tahu ibunya sudah meninggal.

Ya, permintaan raja ini bermula saat dirinya bercakap-cakap dengan Abu Nawas.  Tiba-tiba terlintas dalam pikiran di benak Sultan.

“Bukankah Ibu si Abu Nawas ini sudah meninggal?

Aku ingin mencoba kepandaiannya sekali lagi, Aku ingin menyuruh dia membawa ibunya ke istanaku ini. Kalau berhasil akan aku beri cuan seratus dinar.

“Hai, Abu Nawas,” titah Sultan, “Besok bawalah Ibumu ke istanaku, nanti aku beri engkau hadiah seratus dinar.” Abu Nawas kaget.

“Bukankah beliau sudah tahu kalau ibuku sudah meninggal, tapi mengapa beliau memerintahkan itu,” pikirnya.

Namun dasar Abu Nawas, ia menyanggupi perintah itu. “Baiklah, tuanku, esok pagi hamba akan bawa ibu hamba menghadap kemari,” jawabnya mantap.

Setelah itu ia pun mohon diri. Sesampai di rumah, setelah makan dan minum, ia pergi lagi.

Di jelajahinya sudut-sudut negeri itu, menyusuri jalan, lorong dan kampung, untuk mencari seorang perempuan tua yang akan dijadikan sebagai ibu angkat.

Rupanya tidak mudah menemukan sesosok perempuan tua. Setelah memeras tenaga mengayun langkah ke sana k emari hingga jontor, barulah ia menemukan yang dicari.

Atur Siasat

Perempuan itu adalah seorang pedagang kue apem di pinggir jalan yang sedang memasak kue-kue dagangannya. Dihampirinya perempuan tua itu.

“Hai, ibu, bersediakah engkau kujadikan ibu angkat?” kata Abu Nawas.

“Kenapa engkau berkata demikian?” tanya si Ibu tua itu. “Apa alasannya?

“Maka di ceritakanlah perihal dirinya yang mendapat perintah dari Sultan agar membawa ibunya ke istana.

Padahal ibunya sudah meninggal. Juga di janjikan akan membagi dua hadiah dari Sultan yang akan di terimanya.

“Uang itu dapat ibu simpan untuk bekal meninggal bila sewaktu-waktu d ipanggil Tuhan,” kata Abu Nawas.

“Baiklah kata si Ibu tua itu, aku sanggup memenuhi permintaanmu itu.

“Setelah itu Abu Nawas menyerahkan sebuah tasbih dengan pesan agar terus menghitung biji tasbih itu meskipun di depan Sultan, dan jangan menjawab pertanyaan yang diajukan.

Sebelum meninggalkan perempuan itu, Abu Nawas wanti-wanti agar rencana ini tidak sampai gagal.

Untuk itu ia akan menggendong perempuan tua itu ke istana.

“Baiklah anakku, moga-moga Tuhan memberkatimu,” Kata si ibu tua. “Dan terutama kepada Ibuku….”

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah sampai di istana lalu memberikan salam kepada Sultan.

“Waalaikumsalam, Abu Nawas,” jawab Sultan. Setelah itu Sultan memandang Abu Nawas. Bukan main terkejutnya Sultan melihat Abu Nawas menggendong seorang perempuan tua.

“Siapa yang kamu gendong itu?” tanya Sultan. “Diakah ibumu?” tapi kenapa siang begini kamu baru sampai?”

“Benar, tuanku, inilah ibu Patik, beliau sudah tua dan kakinya lemah dan tidak mampu berjalan ke mari, padahal rumahnya sangat jauh.

Itu sebabnya patik gendong ibu kemari,” kata Abu Nawas sambil mendudukkan ibu tua di hadapan Sultan.

Setelah duduk ibu tua itu pun memegang tasbih dan segera menghitung biji tasbih tanpa henti meski Sultan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya.

Tentu saja Sultan tersinggung, “Ibumu sangat tidak sopan, lagi pula apa yang di katakannya itu sampai tidak mau berhenti?

Siasat Tebongkar

“Sembah Abu Nawas, “Ya tuanku Syah Alam, suami ibu patik ini 99 banyaknya. Beliau sengaja menghafal nama-nama mereka satu persatu, dan tidak akan berhenti sebelum selesai semuanya”

Mendengar ucapan Abu Nawas tadi perempuan tua itu pun melempar tasbih dan bersembah datang kepada Sultan.

“Ya tuanku Syah Alam,” katanya,”Adapun patik ini dari muda sampai tua begini hanya seorang suami hamba.

Apabila sekarang ini berada di hadapan tuanku, itu adalah atas permintaan Abu Nawas.

Dia berpesan agar patik menghitung-hitung biji tasbih dan tidak menjawab pertanyaan tuanku.

Nanti Abu Nawas akan membagi dua hadiah yang akan di terimanya dari tuanku.

“Begitu mendengar ucapan perempuan tua itu Sultan tertawa dan menyuruh memukul Abu Nawas seratus kali.

Ketika perintah itu akan di laksanakan, Abu Nawas minta izin untuk dipertemukan dengan Sultan.

“Ya tuanku, hukuman apakah yang akan tuanku jatuhkan kepada hamba ini?”

“Karena engkau berjanji kepadaku akan membawa ibumu ke mari, akupun berjanji akan memberi hadiah uang seratus dinar, tapi karena kamu tidak bisa memenuhi janjimu, dapatlah engkau seratus kali pukulanku,” kata Sultan.

“Ya tuanku, Syah Alam,” kata Abu Nawas,

“Patik berjanji dengan perempuan tua ini akan membagi dua hadiah yang akan tuanku berikan kepada hamba.

Tetapi karena sekarang hamba mendapat dera, hadiah itu juga harus di bagi dua, karena yang bersalah dua orang, patik terimalah hukuman itu, tetapi lima puluh seorang dengan perempuan tua ini.”

Bawa Cuan 100 Dinar

Dalam hati Sultan bergumam, “Jangankan di pukul lima puluh kali, di pukul sekali saja perempuan tua ini tidak akan mampu berdiri.

“Setelah itu Sultan memberi lima puluh dinar kepada perempuan tua itu sambil berpesan agar tidak cepat percaya kepada Abu Nawas bila lain kali menemuinya.

Dengan suka cita di terimanya hadiah itu dan di pandangnya Abu Nawas.

“Ya tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun, jika ibuku telah mendapat anugerah dari paduka, tidak adil kiranya bila anaknya ini di lupakan begitu saja.”

“Hmm….ya, terimalah pula bagianmu,” ujar baginda sambil tersenyum. “Ini….”Semua orang tertawa dalam hati. Setelah Abu Nawas bermohon diri pulang ke rumah.

Demikian pula perempuan tua itu dan semua yang hadir di Balairung, dengan perasaan masing-masing.

Itulah Abu Nawas, meski sudah tersudut dengan akalnya tetap bisa membawa pulang cuan 100 dinar.

Dapatkan Artikel Lainnya di Google News