Beliau sudah terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk dirinya.
Kini kesempatan Abu Nawas membela diri. “Baginda yang mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan di hukum pancung.
Kalau pilihan hamba benar maka hamba di hukum gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus di hukum gantung.
Padahal hamba telah memilih hukuman pancung?” Olah kata Abu Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang.
Bintang di Langit
Benar-benar luar biasa otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi manusia pintar selain Abu Nawas di negeri Baghdad ini.
“Abu Nawas aku mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang di langit?” “Oh, gampang sekali Tuanku.”
“lya, tapi berapa, seratus juta, seratus milyar?” tanya Baginda.
“Bukan Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai.” “Kau ini….. bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?”
“Bagaimana pula orang bisa menghitung bintang di langit?”
“Hahahahaha…….. ! Kau memang penggeli hati. Kau adalah pelipur laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah datang ke istanaku.
Aku ingin selalu mendengar lelucon-leluconmu yang baru!”
“Siap Baginda…… !” Lalu Baginda memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang kepada manusia terlucu di negerinya itu.
Itu lah Abu Nawas, yang menyerahkan semua urusannya kepada Allah SWT dan membuatnya selalu selamat.