TELAK! Begini Cara Abu Nawas Balas Ulah Saudagar dan Pembesar CurangTELAK! Begini Cara Abu Nawas Balas Ulah Saudagar dan Pembesar Curang

Setelah semuanya terkumpul, Abu Nawas mohon kepada sultan untuk pergi ke belakang rumah, ia kemudian menggantung sebuah periuk besar pada sebuah pohon, menjerangnya – menaruh di atas api. Tunggu punya tunggu, Abu Nawas tidak tampak batang hidungnya, maka Sultan pun memanggil Abu Nawas.

“Ke mana gerangan si Abu Nawas, sudah masakkah nasinya atau belum?” gerutu Sultan. Rupanya gerutuan Sultan di dengar oleh Abu Nawas, ia pun menjawab. “Tunggulah sebentar lagi, tuanku Syah Alam.

”Baginda pun diam, dan duduk kembali. Namun ketika matahari telah sampai ke ubun-ubun, ternyata Abu Nawas tak juga muncul dihadapan para tamu.

Perut baginda yang buncit itu telah keroncongan. “Hai Abu Nawas, bagaimana dengan masakanmu itu? Aku sudah lapar, kata Baginda. “Sebentar lagi, ya Syah Alam,” sahut tuan rumah.

Baginda masih sabar, ia kemudian duduk kembali, tetapi ketika waktu dzuhur sudah hampir habis tak juga ada hidangan yang keluar, baginda tak sabar lagi. Ia pun menyusul Abu Nawas di bagian belakang rumah, di ikuti tamu-tamu lainnya.

Mereka mau tahu apa sesungguhnya yang di kerjakan tuan rumah, ternyata Abu Nawas sedang mengipas-ngipas api di tungkunya. “Hai Abu Nawas, mengapa kamu membuat api di bawah pohon seperti itu? Tanya baginda Sultan.

Abu Nawas pun bangkit, demi mendengar pernyataan baginda. “Ya tuanku Syah Alam, hamba sedang memasak nasi, sebentar lagi juga masak,” jawabnya.

“Menanak nasi?” tanya baginda, “Mana periuknya?” “Ada, tuanku,” jawab Abu nawas sambil mengangkat mukanya ke atas.

“Ada?” tanya beginda keheranan. “Mana?” ia mendongakkan mukanya ke atas mengikuti gerak Abu Nawas, tampak di atas sana sebuah periuk besar bergantung jauh dari tanah.

“Hai, Abu Nawas, sudah gilakah kamu?” tanya Sultan.

Abu Nawas Sampaikan Ke Sultan Ulah Saudagar dan Pembesar

“Memasak nasi bukan begitu caranya, periuk di atas pohon, apinya di bawah, kamu tunggu sepuluh hari pun beras itu tidak bakalan jadi nasi.” “Begini, Baginda,” Abu Nawas berusaha menjelaskan perbuatannya.

“Ada seorang pengemis berjanji dengan seorang saudagar, pengemis itu di suruh berendam dalam kolam yang airnya sangat dingin dan akan di upah sepuluh ringgit jika mampu bertahan satu malam.

Si pengemis setuju karena mengharap upah sepuluh ringgit dan berhasil melaksanakan janjinya. Tapi si saudagar tidak mau membayar, dengan alasan anak si pengemis membuat api di pinggir kolam.

”Lalu semuanya di ceritakan kepada Sultan lengkap dengan sikap tuan hakim dan para pembesar yang membenarkan sikap si saudagar. “Itulah sebabnya patik berbuat seperti ini.”

“Boro-boro nasi itu akan matang,” kata Sultan, “Airnya saja tidak bakal panas, karena apinya terlalu jauh.” “Demikian pula halnya si pengemis,” kata Abu Nawas lagi.

“Ia di dalam air dan anaknya membuat api di tanah jauh dari pinggir kolam. Tetapi saudagar itu mengatakan bahwa si pengemis tidak berendam di air karena ada api di pinggir kolam, sehingga air kolam jadi hangat.”

Saudagar curang itu pucat mukanya. Ia tidak dapat membantah kata-kata Abu Nawas. Begitu pula para pembesar itu, karena memang demikian halnya.

Saudagar dan Pembesar Curang Dihukum

“Sekarang aku ambil keputusan begini,” kata Sultan. “Saudagar itu harus membayar si pengemis seratus dirham dan di hukum selama satu bulan karena telah berbuat salah kepada orang miskin.

Hakim dan orang-orang pembesar di hukum empat hari karena berbuat tidak adil dan menyalahkan orang yang benar.” Saat itu juga si pengemis memperoleh uangnya dari si saudagar. Setelah menyampaikan hormat kepada Sultan dan memberi salam kepada Abu Nawas, ia pun pulang dengan riangnya.

Sultan kemudian memerintah menterinya untuk memenjarakan saudagar dan para pembesar sebelum akhirnya kembali ke Istana dalam keadaan lapar dan dahaga. Akan halnya Abu Nawas, ia pun sebenarnya perutnya keroncongan dan kehausan.

Demikianlah cerita Cara Abu Nawas Balas Ulah Saudagar dan Pembesar Curang.

NETWORK: Daftar Website

NetworK